“Dari ayah yang telah tua, yang mengakui pengalaman masa yang mengunduri umur, yang menyerah kepada keadaan, yang meremehkan dunia, yang tinggal ditempat orang-orang yang telah mati, dan kelak ia pun akan meninggalkan tempat itu.
Kepada anak yang masih mengharap sesuatu yang tidak mudah dicapai, yang sedang melalui jalan yang telah di tempuh oleh orang-orang yang telah binasa, sasaran dari segala penyakit, tanggungan hari-hari, sasaran bala’ hamba dunia, pedagang tipuan, langganan bencana, tawanan maut, sekutu kerisauan, teman duka-cita, incaran bencana, selalu dikalahkan syahwat, dan sebagai khalifah dari orang-orang yang telah mati.
Amma ba’du (Adapun setelah kata pendahuluan itu). Sesungguhnya dari pengalamanku dari apa yang nyata bagiku tentang mundurnya dunia dari padaku, dan ketegangan masa atas diriku.
Dan menghadapnya alam akhirat kepadaku, sesuatu yang meng-enggankanku (membuatku enggan) untuk memperingatkan orang lain dan memerhatikan apa yang berada di belakangku.
Hanya saja setelah aku menyendiri memperhatikan kepentinganku, maka timbullah pendapatku yang benar dan dipalingkan aku dari hawa nafsuku, dan jelas bagiku urusanku yang asli, sehingga mendorong diriku kepada kesungguhan yang bukan main-main, dan kebenaran yang bukan dusta, dan aku menganggapmu sebagian dari diriku, bahkan dapat pula dianggap sebagai keseluruhan diriku.
Sehingga umpama ada sesuatu mengenai dirimu, berarti hal itu langsung mengenai diriku, dan seolah-olah umpama maut itu datang kepadamu berarti ia juga datang kepadaku.
Maka terasa urusanku sendiri, maka karena itulah aku menulis surat wasiat ini kepadamu, untuk melahirkan kepentingan itu, baik aku masih lanjut hidup atau segera mati .
Sesungguhnya aku berwasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah, dan tetap mengerjakan perintah-Nya, dan memakmurkan hatimu dengan zikrullah, serta berpegang dengan Al-Qur’an, dan pegangan mana lagi yang lebih kuat daripada pegangan (tali) yang menghubungkan antara dirimu dengan Allah jika berpegangan kepadanya.
Hidupkan hatimu dengan suka menerima/memperhatikan nasehat. Dan matikan dengan sifat zuhud (mengabaikan kemewahan), dan kuatkan dengan keyakinan, dan terangilah hatimu dengan hikmah.
Dan lunakkan hatimu dengan selalu mengingati maut dan sadarkanlah dengan adanya kerusakan, dan perlihatkan kepadanya bencana-bencana dunia, dan peringatkan terhadap kejadian-kejadian dimasa, dan kengerian yang terjadi pada tiap siang dan malam.
Hidangkan kepadanya berita-berita orang terdahulu dan peringatkan dengan apa yang menimpa orang-orang sebelumnya.
Dan pergilah ke daerah dan tempat mereka untuk memerhatikan bekas-bekas mereka, kemudian perhatikan apa yang mereka lakukan, dan mengapa mereka berpindah dan dimana kini mereka tinggal dan berada, maka engkau akan mendapatkan tinggal ditempat pengasingan seorang diri.
Dan anggaplah dirimu tidak lama akan menjadi sama dengan seseorang dari mereka, karena itu perbaikilah dirimu (tempat yang akan kau tempati itu), dan jangan menjual akhirat untuk memperoleh dunia. Dan jangan membicarakan apa yang tidak engkau ketahui, dan menjawab apa yang bukan kewajibanmu.
Hentikanlah perjalananmu jika engkau khawatir tersesat, karena berhenti disaat kebingungan itu lebih baik daripada menerjang bahaya.”
No comments:
Post a Comment